Selasa, 15 Desember 2015

BU TANI KENDENG & SEDULURSIKEP

belajar dari "kemurnian madu" seperti puisi chairil.



15Desember2015. Lokakarya Karst, Bidakara, Jakarta.

Menyerahkan karya saya 'Bu Tani Kendeng' yang diselesaikan bertepatan ke 100 hari-pada 23 september 2014 lalu- atas simpati perjuangan mereka dalam gerakan tolak semen.
Saya bersyukur bisa bertemu dan mengabadikan kenangan bersama orang-orang teguh dan sahaja  yang saya kagumi ini. Mas Gunretno dan adiknya Gunarti, keduanya petani, adalah tokoh penting kaum muda dalam masyarakat Samin, di desa sukolilo Pati. Dan, tentu saja Ibu Sukinah, Mas Pri, wakil desa Kendeng Utara, Petani Rembang yang berjuang dalam tenda perjuangan tanpa kenal lelah.
Mas gun berkata pada saya:" kami berupaya perjuangan dengan biaya sendiri". Tentunya keluhuran ini bawa banyak keikhlasan simpati. Seperti partisipasi lokakarya karst ini diminta Walhi pusat untuk buka stand dadakan informasi masyarakat Kendeng  "ini dadakan, mas" kata mas Gun dengan aura cahayanya yang saya serap (seperti saya kerap lihat pada sufi-sufi dan pujangga nurani tinggi, tapi sudah teramat lama terkubur). Sejatinya mereka ke Jakarta untuk audiensi ke KPK,KLHK dan staf Presiden/Sekneg.
Lalu, saya berkenalan dengan mbak Gunarti, perempuan bersikapkukuh dengan pendar kecerdasan alamiahnya. Juga mbak Sukinah (satu lagi Murtini sepertinya)  patron perjuangan teguh-kukuh ibu petani tersebut. Mereka keelokan alami deratempaan kalbu dari samudera kehidupan.
Saya membaca dan langsung tanpa henti mengumpulkan kliping dari koran sejak awal peristiwa pada 16 juni 548 hari lalu. Enersi itu menjadi panganan lukisan sahaja ini jua.

petikan wawancara Kompas dengan Gunretno,agustus 2014: ."..Komunitas Sedulur Sikep sangat menghormati kehidupan. Mereka menghormati Bumi seperti ibu. Bumi adalah Ibu Pertiwi yang melahirkan hidup dan memberi kecukupan sepanjang masa. Menghormati dan merawat keseimbangan alam dengan demunung— artinya tidak serakah—adalah kunci selamat menjalani hidup.Kalau tidak, alam akan menata keseimbangannya sendiri. Menata keseimbangan berarti genepe alam (genapnya pranata alam), melalui berbagai bentuk bencana. Manusia adalah bagian dari alam. Makanya harus dandan-dandan (memperbaiki sikap), supaya jangan ada korban dan dampak lebih besar dari proses itu.”

lukisan di atas bekas sak semen SI.

Tidak ada komentar: