Senin, 21 Desember 2015

THE SCAVENGER

'The Scavenger'. pen on moleskine.






Dalam demam dunia pada tayang visual bergerak 'Perang Gemintang ketujuh'.
Mematrikan kenangan ketika terjerembab sebagai 'Lost Boy' mengoleksi spaceship dan droid
dan diperkosa ideologi paman Lucas. Sehingga saya mengais-ngais diselokan puring, jatinegara,kebayoran lama,jembatan item, merayu teman sesama sebagai scavenger mainan. Toko-toko kapitalis parlente, adalah harakiri terakhir.Nyaris tidak hampiribeli.
Ya kisanak, karakter 'pemulung dan penyelundup' yang tersuka oleh hamba. Jawa, gerombolan Jabba hutt, atau apapun mahluk-mahluk jelek bawahtanahnya yang tak peduli dengan ide-ide pemberontakan  atau tiran kaum sith ataupun Force. (mereka bak Anarchist Outerspace).
Pada Perang Bintang kali ini, dipertontonkan kedigjayaan 'pemulung' yang berbakat menjadi kebangkitan Jedi (Entah, apa difikiran Lucas/produser terhadap scavenger? Apakah mereka sama dulunya seperti kami? Pencari koin-koin dan cincin di got? Jika tidak, terima kasih atas simpatinya).

Ya kisanak, saya sudahi.Saya pensiun. Sesungguhnya rupa-rupa pesawat mainan ini telah diwariskan kepada Yang Mulia pangeran&permaisuri hamba, dimana sosok jelma mainan hamba yang rare&lively.


Selasa, 15 Desember 2015

BU TANI KENDENG & SEDULURSIKEP

belajar dari "kemurnian madu" seperti puisi chairil.



15Desember2015. Lokakarya Karst, Bidakara, Jakarta.

Menyerahkan karya saya 'Bu Tani Kendeng' yang diselesaikan bertepatan ke 100 hari-pada 23 september 2014 lalu- atas simpati perjuangan mereka dalam gerakan tolak semen.
Saya bersyukur bisa bertemu dan mengabadikan kenangan bersama orang-orang teguh dan sahaja  yang saya kagumi ini. Mas Gunretno dan adiknya Gunarti, keduanya petani, adalah tokoh penting kaum muda dalam masyarakat Samin, di desa sukolilo Pati. Dan, tentu saja Ibu Sukinah, Mas Pri, wakil desa Kendeng Utara, Petani Rembang yang berjuang dalam tenda perjuangan tanpa kenal lelah.
Mas gun berkata pada saya:" kami berupaya perjuangan dengan biaya sendiri". Tentunya keluhuran ini bawa banyak keikhlasan simpati. Seperti partisipasi lokakarya karst ini diminta Walhi pusat untuk buka stand dadakan informasi masyarakat Kendeng  "ini dadakan, mas" kata mas Gun dengan aura cahayanya yang saya serap (seperti saya kerap lihat pada sufi-sufi dan pujangga nurani tinggi, tapi sudah teramat lama terkubur). Sejatinya mereka ke Jakarta untuk audiensi ke KPK,KLHK dan staf Presiden/Sekneg.
Lalu, saya berkenalan dengan mbak Gunarti, perempuan bersikapkukuh dengan pendar kecerdasan alamiahnya. Juga mbak Sukinah (satu lagi Murtini sepertinya)  patron perjuangan teguh-kukuh ibu petani tersebut. Mereka keelokan alami deratempaan kalbu dari samudera kehidupan.
Saya membaca dan langsung tanpa henti mengumpulkan kliping dari koran sejak awal peristiwa pada 16 juni 548 hari lalu. Enersi itu menjadi panganan lukisan sahaja ini jua.

petikan wawancara Kompas dengan Gunretno,agustus 2014: ."..Komunitas Sedulur Sikep sangat menghormati kehidupan. Mereka menghormati Bumi seperti ibu. Bumi adalah Ibu Pertiwi yang melahirkan hidup dan memberi kecukupan sepanjang masa. Menghormati dan merawat keseimbangan alam dengan demunung— artinya tidak serakah—adalah kunci selamat menjalani hidup.Kalau tidak, alam akan menata keseimbangannya sendiri. Menata keseimbangan berarti genepe alam (genapnya pranata alam), melalui berbagai bentuk bencana. Manusia adalah bagian dari alam. Makanya harus dandan-dandan (memperbaiki sikap), supaya jangan ada korban dan dampak lebih besar dari proses itu.”

lukisan di atas bekas sak semen SI.

Rabu, 09 Desember 2015

KESAKSIAN MASTODON

'Kesaksian Mastodon'/ dipetik dari puisi rendra/ 9desember 2015
...gambar ini dibuat saat peristiwa 'papa minta saham'. 
Elit politik tanpa henti, terus serakah dan tanpa malu mempertontonkan depan publik sumur kedangkalan justru di zaman surveillance dan audio terbuka sejernih stereosound. Gambar ini buat merekam momen kelam ini. 
Sehakikinya, sistem ini hamba sadari. berkelindan. Sejak sanjak pujangga itu dibacakan jauhsilam... 



Kesaksian Tentang Mastodon-Mastodon
oleh Rendra.1973.

Pembangunan telah dilangsungkan
Di tanah dan di air sedang berlangsung perkembangan.
Aku memberi kesaksian
bahawa di sini
langit kelabu hambar dari ufuk ke ufuk.
Rembulan muncul pucat
seperti isteri birokrat yang luntur tatariasnya.
Sungai mengandung pengkhianatan
dan samudera diperkosa.
Sumpah serapah keluar dari mulut sopir teksi.
Keluh kesah menjadi handuk bagi buruh dan kuli.


Bila rakyat bicara memang bising dan repot.
Tetapi bila rakyat bisu itu kuburan.
Lalu apa gunanya membina ketenangan kuburan,
bila ketenangan hanya bererti kesesakan peredaran darah?


Aku memberi kesaksian
bahawa negara ini adalah negara pejabat dan pegawai.
Kebudayaan priyai tempoh dulu
diberi tambal sulam
dengan gombal-gombal khayalan baru.
Bagaikan para pengeran di zaman pra ilmiah
para pengeran baru bersekutu dengan cukong asing,
memonopoli alat berproduksi dan kekuatan distribusi.
Para pedagang peribumi hanya bisa menjual jasa
atau menjadi tukang kelentong.
Boleh menjadi kaya tetapi hanya mengambang kedudukannya.


Tirani dan pemusatan
adalah naluri dari kebudayaan pejabat dan pegawai.
Bagaikan gajah para pejabat
menguasai semua rumput dan daun-daunan.
Kekukuhan dibina
tetapi mobiliti masyarakat dikorbankan.
Hidup menjadi lesu dan sesak.
Ketenangan dijaga
tetapi rakyat tegang dan terkekang.
Hidup menjadi muram, tanpa pilihan.


Aku memberi kesaksian
bahawa di dalam peradaban pejabat dan pegawai
falsafah mati
dan penghayatan kenyataan dikekang
diganti dengan bimbingan dan pedoman rasmi.
Kepatuhan diutamakan,
kesangsian dianggap derhaka
dan pertanyaan dianggap pembangkangan.
Pembodohan bangsa akan terjadi
kerana nalar dicurigai dan diawasi.


Aku memberi kesaksian, bahawa:
Gajah-gajah telah menulis hukum dengan tinta yang munafik.
Mereka mengangkang dengan angker dan perkasa
tanpa bisa diperiksa,
tanpa bisa dituntut,
tanpa bisa diadili secara terbuka.


Aku bertanya:
Apakah ini gambaran kesejahteraan
dari bangsa yang mulia?


Aku memberi kesaksian
bahawa gajah-gajah bisa menjelma menjadi mastodon-mastodon.
Mereka menjadi setinggi menara dan sebesar berhala.
Mastodon-mastodon yang masuk ke laut dan menghabiskan semua ikan.
Mastodon yang melahap simen dan kayu lapis.
Melahap tiang-tiang listrik dan filem-filem import.
Melahap minyak kasar, cengkih, kopi, dan bawang putih.
Mastodon-mastodon ini akan selalu mebengkak
selalu lapar
selalu merasa terancam
selalu menunjukkan wajah yang angker
dan menghentak-hentakkan kaki ke bumi.


Maka mastodon yang satu
akan melutut kepada mastodon-mastodon yang lain.
Matahari menyala bagaikan berdendam.
Bumi kering.
Alam protes dengan kemarau yang panjang.
Mastodon-mastodon pun lapar
dan mereka akan saling mencurigai.
Lalu mastodon-mastodon akan menyerbu kota.
Mereka akan menghabiskan semua beras dan jagung.
Mereka akan makan anak-anak kecil.
Mereka akan makan gedung dan jambatan.


Toko-toko, pasar-pasar, sekolah-sekolah
masjid-masjid, gereja-gereja
semuanya akan hancur
Dan mastodon-mastodon masih tetap merasa lapar
selalu was-was.
Tak bisa tidur.
Yang satu mengawasi yang lain.


Aku memberi kesaksian
seandainya kiamat terjadi di negeri ini
maka itu akan terjadi tidak dengan petanda bangkitnya kaum pengemis
atau munculnya bencana alam
tetapi akan terjadi dengan petanda
saling bertempurnya mastodon-mastodon.