Senin, 04 November 2013

TAUBATAN-NASUHA ARSENIK


"Mereka berebut kuasa.Mereka menenteng senjata.
Mereka menembak rakyat. Lalu bersembunyi dibawah ketek kekuasaan"
-Munir

...pidato Munir menjadi pembuka di lagu 'rima Ababil' dari Homicide. Saya putar dan simak berulangkali. Lalu tah kenapa saya kerasukan, dalam tempo 6 jam saya melukis ini dalam sebuah format kanvas kecil untuk kelak saya bikin di ukuran besar. Pidato garang pria kecil berkumis itu saya torehkan bak puisi yang indah disudut karya.
Lukisan ini akan dibawa untuk sebuah eksibisi sahaja dan kolektif berjudul 'Tribute to Our Heroes' di bulan penghujan ini.

Adalah Taubatan Nasuha berarti tobat kapok sebenarnya. Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengurai bahwa kembali kepada Sang Maha Penutup aib dan Yang Maha Mengetahui yang ghaib. Dalam tatacaranya tdk hanya berhenti mengulangi kesalahan, tapi jua mengembalikan hak terkait hak orang yang bukan miliknya, yang telah dirampas.

Lukisan ini mungkin kisah utopis di peta negara tercinta saya. Sepanjang usia 45 ini, belum pernah saya mendengar maaf pada anak-anak bangsa atas penghilangan nyawa  anak bangsa yang memperjuangkan hak untuk hidup.

Lukisan ini beraroma kepedihan sosial. Tapi hakikinya torehan personal yang berkelindan. Yang jelas dan absurd. Pada luka organ dilambung saya bak tersiram arsenik. Pada soal yang mudah bagi kita tapi jadi samar dan menjauh. Pada semangat menolak lupa seperti dementia ini. Pada soal aktifnya kita protes disosialmedia, namun sosialsoal esensial kian meruap. Pada soal hak esensi, hak orang papa tidak mati kelaparan yang direnggut ketamakan korup. Hak untuk tetap bebas bernafas...


'Taubatan Nasuha Arsenik'.
Tribute to Munir.
Pada kenangan harijadi istriku, 1Nov2013.
Ink,acrylic,marker on canvas.